Ada bunyi lonceng kereta api hari itu, tanda di mana kereta harus
segera pergi,
tanda di mana kamu juga harus pergi.
Air mata yang di tahan dari malam malam sebelumnya sudah tidak bisa
dibendung lagi,
bersamaan dengan datangnya hujan sore itu.
Pada mulanya berpikir untuk berjalan jauhpun tidak.
Semuanya
diawali dengan pertanyaan bodoh, yang harusnya tidak berakhir pada hari hari
yang diwarnai dengan senyuman.
Semuanya di luar ekspektasi.
Jika masih ada pada masa itu,
yang ada hanya “mana mungkin?” sampai kepada waktu yang telah di putuskan oleh
semesta, waktu dimana mata melihat mata, peluk dibalas peluk, rindu dibalas
bertemu.
Sosok ini begitu sederhana, begitu sederhana sampai hati ini
bisa jatuh dan mencintai begitu mudah. Tidak seperti biasanya.
Namun sayangnya hari hari yang singkat itu berjalan bahkan berlari.
Waktu seakan
tidak bisa mengerti.
Pada saat itu, pertama kalinya membenci waktu yang
berjalan terlalu cepat.
Sampai kepada perpisahan yang tidak diinginkan. Benar benar
tidak diinginkan, tapi harus tetap dijalani karena yakin, perpisahan mendekatkan
pada pertemuan berikutnya.
Semoga kamu tidak lupa, selalu ada raga yang menunggu
pelukan hangat itu lagi, selalu ada jiwa yang merindukanmu, selalu ada hati yang
menunggu.
Menunggu di peron itu lagi, menunggu malam cepat berganti
menjadi pagi,
Iya, menunggu kamu datang lagi.
Tapi, bagaimana jika semua ini harus berhenti?
Bahkan untung membayangkan hal itu saja, tidak bisa.
(penulis hanya mencintai satu pria dalam tulisannya-unknown)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus