Selasa, Februari 16, 2016

beradu dengan jarak.

Ada bunyi lonceng kereta api hari itu, tanda di mana kereta harus segera pergi, 
tanda di mana kamu juga harus pergi.
Air mata yang di tahan dari malam malam sebelumnya sudah tidak bisa dibendung lagi, 
bersamaan dengan datangnya hujan sore itu.

Pada mulanya berpikir untuk berjalan jauhpun tidak. 
Semuanya diawali dengan pertanyaan bodoh, yang harusnya tidak berakhir pada hari hari yang diwarnai dengan senyuman.

Semuanya di luar ekspektasi. 
Jika masih ada pada masa itu, yang ada hanya “mana mungkin?” sampai kepada waktu yang telah di putuskan oleh semesta, waktu dimana mata melihat mata, peluk dibalas peluk, rindu dibalas bertemu.

Sosok ini begitu sederhana, begitu sederhana sampai hati ini bisa jatuh dan mencintai begitu mudah. Tidak seperti biasanya.

Namun sayangnya hari hari yang singkat itu berjalan bahkan berlari. 
Waktu seakan tidak bisa mengerti. 
Pada saat itu, pertama kalinya membenci waktu yang berjalan terlalu cepat.

Sampai kepada perpisahan yang tidak diinginkan. Benar benar tidak diinginkan, tapi harus tetap dijalani karena yakin, perpisahan mendekatkan pada pertemuan berikutnya.
Semoga kamu tidak lupa, selalu ada raga yang menunggu pelukan hangat itu lagi, selalu ada jiwa yang merindukanmu, selalu ada hati yang menunggu.
Menunggu di peron itu lagi, menunggu malam cepat berganti menjadi pagi,
Iya, menunggu kamu datang lagi.

Tapi, bagaimana jika semua ini harus berhenti?
Bahkan untung membayangkan hal itu saja, tidak bisa.







(penulis hanya mencintai satu pria dalam tulisannya-unknown)

Selasa, Februari 02, 2016

cerita tentang segelas teh panas hujan hujan

Saya sedang duduk diam, merasakan dinginnya hujan, ditemani segelas teh panas, diiringi rasa rindu yang semakin merajam benak. Saya sedang berkelahi dengan rindu yang tidak tahu kapan berakhir.
Mungkin berakhir ketika kita sudah bertemu, kemudian kembali membunuh karena rasanya semakin menjadi jadi. Saya memang seringkali terlihat angkuh, marah, dan tidak perduli dengan kamu. Tapi apakah kamu tau bahwa keberadaanmu itu membuat saya tidak mau jauh jauh?
Hanya kamu yang bisa bersabar ketika semua orang hanya ingin meninggalkan saya. Hanya kamu yang bisa memaklumi apabila saya sedang di serang oleh apapun yang seringkali membuat raga ini hanya ingin berhenti dan mati. Bahkan hanya kamu yang mau melihat saya tanpa bedak, tanpa pemerah pipi, tanpa lipstick, tanpa harapan, dan pernah tanpa masa depan.
Saya adalah orang yang yakin bahwa kamu akan menjadi pelabuhan terakhir saya, yang kemudian kamu pun menginginkan hal yang sama.
Kamu tau? Senyum yang kamu buat itu, yang bisa membuat saya selalu jatuh cinta, selalu bisa tersenyum, selalu kembali memupuk harapan sedikit demi sedikit, lalu semakin jatuh cinta.
Berpisah dengan kamu, tidak pernah lama lama.
Tapi tidak pernah sesakit ini.
Sebelum saya tau kamu, saya begitu suka pergi sendiri. Bukan saya benci bercengkrama, hanya seringkali bepergian dengan diri sendiri membuat saya kembali belajar mencintai diri sendiri.
Setelah saya mengenal kamu, senyummu, tingkah lakumu, pergi bersamamu menjadi layaknya saya berjalan dengan diri sendiri, membuat saya kembali belajar mencintai diri sendiri.
Sampai pada titik bahwa saya tidak mau yang lain. Saya hanya mau kamu bahagia.
Tidak apa bila pada akhirnya, bahagiamu bukan aku.

Segelas teh panas ini hampir habis, sudah saatnya saya masuk ke dalam selimut, untuk kembali menikmati tawamu dalam mimpi, tanpa harus kamu tau apa yang saya bicarakan dengan semesta malam ini. Selamat tidur.