Selasa, Mei 08, 2018

CERITA TANPA UPAYA


Ambar begitu menjadi idaman di kala Senja melihatnya, 
rambut tergerai panjang dengan warna cokelat tua, wajah khas Indonesia dengan bibir penuh dan mata yang tajam,
Dan dengan sedikit siratan bahwa di dalam hatinya menyimpan sendu.
-
Tidak perlu mengenal lebih dekat saja Senja begitu ingin menjadi Ambar beberapa tahun lagi.
-
“hai kak, meja lain penuh. bisa duduk disini?”
Ambar begitu dingin, “silahkan”
-
Tidak terjadi apapun sampai akhirnya Ambar terpaksa bilang, “boleh pinjam powerbank sebentar?”
“ini”
“ko kamu sendiri?”
Ambar dengan gamang memulai pertanyaan klise.
Senja dengan ramah menjawab, “aku suka pergi sendiri",
“Sama.”
Obrolanpun begitu larut, Senja seperti Ambar yang seperti Senja.
-
Dua jam berlalu, Ambar pamit pulang.
-
Senja menulis singkat di dalam telepon genggamnya,
"Aku mau jadi seperti kak Ambar, cantik, bersahaja, karier bagus, berusaha keras untuk membahagiakan adiknya, dan sepertinya sendiri bukan menjadi hal yang tabu. Padahal dia sudah 30 tahun."
 -
Begitupun dengan Ambar,
"Senja adalah aku beberapa tahun silam. Nama yang indah, wajah yang cantik. Jangan sampai dia larut dalam kesendirian terlalu lama. Andai aku bisa bilang, “sendiri itu menyakitkan, Senja. akan sekuat apa jiwamu menahan semua beban sampai mati?”"
 -
Tidak lama Senja pun beranjak pulang.
“Aku rindu punya teman bicara seperti tadi, tapi kata orang, sendiripun aku tidak akan mati”




-Jakarta dengan ambar di kalasenja.

cerita singkat tentang Senja

Langit begitu terik siang ini,
Senja duduk diam, merenung. menikmati segelas kopi hitam.
ditemani sendiri, diiringi rasa sakit hati.
-
Senja senang sendiri, kemudian
diam, membayangkan andai hal hal indah terjadi ke dalam hidupnya, seperti orang lain.
-
Bahagia begitu mudah menyerang orang lain, dan melewati senja.
Senja suka sekali memuji dalam diam, memuja dengan berlebihan.
dan seringkali begitu bingung,
manakala hal itu tidak senja rasakan dari akarnya sendiri.
Sesulit itukah membuat anakmu bahagia dengan pelukan? dengan ciuman di dua pipinya meskipun sudah terlanjur dewasa dengan kesendirian?
Sebegitu beratkah tanganmu untuk terbuka untuk menyambut anakmu pulang?
Semudah itukah membuang umpatan --
setiap saat tanpa melihat jika diapun masih memiliki batas sepertimu?
-
Kata kata itu sudah merasuk sejak dulu, tanpa pernah Senja menemukan jawabannya.
"Percuma"
-
Kemudian
Senja duduk diam, selalu merenung, menghabiskan segelas kopi hitam, mengetahui bahwa rasa sakit hati sudah mengendap diam diam untuk mencuri bahagianya sebagian.
Senja mempersilahkannya.
"Ambil saja, merekapun tidak akan perduli"



memilih bahagia.

Momen momen yang tidak palsu, 
kebahagiaan merasuk sendiri tanpa diminta.

-

Ambar sedang bahagia dan tidak ingin segera berakhir.
begitu terus setiap hari, sampai menutup mata setiap malam adalah hal yang menyakitkan.

Ambar tidak kenal euphoria ini sebelumnya.
Ambar tidak mau tahu kapan berakhirnya. Ambar menjadi sosok yang egois.

"Aku tidak mau bahagiaku ini diambil. Aku hanya mau menikmati ini setiap hari tanpa pada akhirnya membuat cedera.

"Amin"
Ucapnya menutup hari yang panjang sebelum tidur, berisikan doa doa manis tentang masa yang sedang dinikmati dan tidak ingin berakhir.

-- 
beberapa kali rasa sedih itu muncul karena bahagia yang seringkali berlebihan. tapi Ambar tahu, dengan ini akan membuat bahagia lebih lagi.

"Aku nikmati saja seperti besok aku akan bunuh diri"


-Jakarta, 8 Mei 2018.