Kamis, September 24, 2015

redamlah.



Pagi itu Aluna mengungkapkan semuanya,

”Mereka hancurkan semuanya. Mereka ambil semuanya. Aku sudah tidak punya teman bicara. Bicara dengan diriku sendiripun aku sudah lelah.”
“Bicara dengan mereka? Aku tidak mau jika akhirnya hanya dipersalahkan terus, lagi dan lagi karena apa yang aku lakukan dulu.”

Kemudian aku berbisik kepadanya,
 “Ada aku, yang selalu berjanji tidak pernah menyakitimu apalagi membahas masa lalumu. Hidup di masa ini tapi berpegang masa lalu itu hanya dilakukan orang bodoh yang hanya memiliki tameng itu untuk menekanmu. Bersabarlah, jangan bunuh diri”

Saat itu ku kira kebenciannya sudah mereda, tapi ternyata tidak, katanya lagi..

“Rasa benci ini sudah ada diujung rambut. Benar benar sudah tidak ada lagi rasa untuk mereka. Mereka yang memupukkan semua ini kepadaku hari demi hari. Ya, aku tahu aku salah. Lalu? Apa itu menjadi alas an untuk mereka memperlakukanku seperti binatang? Bahkan lebih hina dari itu. Mereka memperlakukan aku sesuka hati mereka. Aku yakin jika ada orang yang seperti aku, mereka tidak akan bertahan hidup selama aku. Cobalah berkaca, setahuku yang tidak berhati seperti kalian itulah binatangnya. Bahkan binatangpun masih punya hati, kalian? Tau sendiri jawabannya. Aku hanya menjalankan kewajiban sembari menunggu waktu. Membayar semua kesalahanku, sebisaku, selelahku. Setelah itu, biarkan semesta bekerja. Karena semesta tahu apa yang jiwa ini mau. Aku mau tidak ada mereka lagi di hidupku”

Akupun tertegun, 
Sebenci itukah dia dengan hidupnya? 
Mengapa ada orang orang yang tega melakukan itu kepadanya? Supaya dia jera?

Iya, dia memang jera, sekaligus membenci kalian dan dirinya sendiri.
Ya.. biarkan semesta yang membalas.
Karena hukuman yang kalian berikan sudah melebihi batas.
Untung saja Aluna seringkali menghadapinya dengan senyum meskipun aku tahu, di dalam hatinya sudah mati rasa.







Dini hari kemarin.

1 komentar: