Senin, Januari 25, 2016

peran.

Menentukan akhir dari sebuah hubungan itu bukan perkara mudah.
Belum masuk dalam batasannya saja, sudah membuat ingin mundur.

Kenapa semua harus berakhir seperti itu?

Kenapa harus di akhiri dengan cincin yang tersemat di jari manis untuk menandakan bahwa  perjalanan yang baru akan di mulai lagi dan kamu tidak akan bisa kemana mana?

Pikiran ini muncul ketika aku menapaki usia yang matang dan melihat hampir semua teman-temanku memutuskan berkeluarga di usia yang cukup dini.

Di dalam benak ini, sebegitu kuatkah rasa cinta di antara kalian sampai sampai membuang pikiran tentang  menjadi “seseorang”-nya orang lain sampai mati?

Dari kecil hingga memasuki usia cukup, kita menjadi anak dari orang tua

Ketika memutuskan untuk menikah, kita adalah istri dan ibu, suami dan ayah.

Lalu kapan menjadi diri sendiri tanpa melibatkan status?

Begitu lelahnya menjadi seorang anak untuk keluarga tertentu, segelintir pekerjaan rumah yang harus diimbangi akademi yang baik, berjuta masalah dan ketidak cocokan dengan orang tua yang mungkin masih kolot dan tidak bisa memberi kebebasan yang bertanggung jawab. Mungkin ini salah satu alasan beberapa orang memutuskan untuk menikah muda, agar lepas dari beban sebagai anak.


Begitu muaknya menjadi seorang suami ketika memiliki pasangan hidup yang penuh dengan tuntutan dan banyak anak, bekerja pagi hingga malam dan di akhir bulan ketika mendapat haknya, harus mengubahnya dengan cepat menjadi kewajiban, dan pada akhirnya di berikan untuk perut anak dan istrinya.
Ketika ingin memiliki waktu sebentar saja untuk diri sendiri, istri menuntut dan berkata “tidak ada waktu untuk keluarga”.

Begitu muaknya menjadi seorang istri ketika memiliki anak yang selalu memiliki masalah dan suami yang menuntut untuk di siapkan ini itu, dan segelintir tugas lain yang tidak akan pernah berakhir seumur hidup, di tambah tidak berhubungan baik dengan keluarga suaminya. Ketika ingin memiliki waktu untuk diri sendiri? Ibu dari suamimu akan berkata kamu adalah perempuan tidak benar dan gagal menjadi ibu dan istri.

Untuk apa ini semua?
Untuk apa memberikan seluruh hidupmu untuk orang lain terus menerus?
Bagaimana rasanya letih namun tetap harus menyelesaikan semuanya dengan baik tanpa boleh mengeluh sama sekali, tanpa boleh di beri waktu untuk kembali bercinta dengan diri sendiri?
Semua itu bukan perkara umur, namun perkara kesiapan.


Kapan dan bagaimana caranya supaya siap? Ya mungkin tidak semua orang mendapatkan jawabannya sehingga memutuskan untuk tetap sendiri sampai waktunya nanti. 
Tunggu saja sampai pikiran ini semua berganti dengan yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar