Menentukan akhir dari sebuah hubungan itu bukan perkara
mudah.
Belum masuk dalam batasannya saja, sudah membuat ingin
mundur.
Kenapa semua harus berakhir seperti itu?
Kenapa harus di akhiri dengan cincin yang tersemat di
jari manis untuk menandakan bahwa
perjalanan yang baru akan di mulai lagi dan kamu tidak akan bisa kemana
mana?
Pikiran ini muncul ketika aku menapaki usia yang matang dan
melihat hampir semua teman-temanku memutuskan berkeluarga di usia yang cukup
dini.
Di dalam benak ini, sebegitu kuatkah rasa cinta di antara
kalian sampai sampai membuang pikiran tentang menjadi “seseorang”-nya orang lain sampai mati?
Dari kecil hingga memasuki usia cukup, kita menjadi anak
dari orang tua
Ketika memutuskan untuk menikah, kita adalah istri dan
ibu, suami dan ayah.
Lalu kapan menjadi diri sendiri tanpa melibatkan status?
Begitu lelahnya menjadi seorang anak untuk keluarga
tertentu, segelintir pekerjaan rumah yang harus diimbangi akademi yang baik,
berjuta masalah dan ketidak cocokan dengan orang tua yang mungkin masih kolot
dan tidak bisa memberi kebebasan yang bertanggung jawab. Mungkin ini salah satu
alasan beberapa orang memutuskan untuk menikah muda, agar lepas dari beban
sebagai anak.
Begitu muaknya menjadi seorang suami ketika memiliki
pasangan hidup yang penuh dengan tuntutan dan banyak anak, bekerja pagi hingga
malam dan di akhir bulan ketika mendapat haknya, harus mengubahnya dengan cepat
menjadi kewajiban, dan pada akhirnya di berikan untuk perut anak dan istrinya.
Ketika ingin memiliki waktu sebentar saja untuk diri
sendiri, istri menuntut dan berkata “tidak ada waktu untuk keluarga”.
Begitu muaknya menjadi seorang istri ketika memiliki anak
yang selalu memiliki masalah dan suami yang menuntut untuk di siapkan ini itu,
dan segelintir tugas lain yang tidak akan pernah berakhir seumur hidup, di
tambah tidak berhubungan baik dengan keluarga suaminya. Ketika ingin memiliki
waktu untuk diri sendiri? Ibu dari suamimu akan berkata kamu adalah perempuan
tidak benar dan gagal menjadi ibu dan istri.
Untuk apa ini semua?
Untuk apa memberikan seluruh hidupmu untuk orang lain
terus menerus?
Bagaimana rasanya letih namun tetap harus menyelesaikan
semuanya dengan baik tanpa boleh mengeluh sama sekali, tanpa boleh di beri
waktu untuk kembali bercinta dengan diri sendiri?
Semua itu bukan perkara umur, namun perkara kesiapan.
Kapan dan bagaimana caranya supaya siap? Ya mungkin tidak
semua orang mendapatkan jawabannya sehingga memutuskan untuk tetap sendiri
sampai waktunya nanti.
Tunggu saja sampai pikiran ini semua berganti dengan
yang lebih baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar